Polisi Panen Raya, Tentara Urus MBG, Rakyat Tepuk Tangan Saja

"Ketika semua diurus tentara dan polisi, mungkin rakyat hanya perlu belajar cara tepuk tangan yang benar."


Di sebuah negeri yang tanahnya subur karena air mata rakyat, panen raya kini dipimpin polisi, dan dapur umum digilir oleh TNI. Seragam-seragam menyala di sawah, menebar benih, menimbang karung jagung. 

Di sisi lain, petani bersorban caping duduk di emperan, menonton dengan kagum, juga bingung: "Lalu, kami harus kerja di mana?" Barangkali nanti akan ada polisi ternak, atau tentara ladang, lengkap dengan baret dan traktor.

Semua ini demi program agung: swasembada dan makan bergizi gratis. Maka seluruh aparatur digerakkan. Siapa pun yang berani makan tanpa izin program, bisa dicurigai subversif terhadap gizi nasional.

Namun, di tengah gegap gempita lumbung jagung dan dapur umum berbendera institusi, rakyat yang menganggur masih saja dihitung sebagai beban statistik, bukan mitra pembangunan. Ironisnya, ketika rakyat meminta pekerjaan, jawaban yang datang justru penataan lahan dan pendataan ulang. 

Lahan sipil menjadi pameran kebijakan, bukan partisipasi. Padahal, belum ada sejarah yang membuktikan bahwa ketahanan pangan dibangun dengan upacara dan senjata. Apakah rakyat memang tak layak dipercaya mengelola perutnya sendiri?

Tapi tak usah khawatir. Selama tentara dan polisi tak mengusir warga dari ladangnya sendiri, dan selama cabai tak harus dibariskan dengan pasukan, biarlah negeri ini mencoba segala cara. Meski entah sampai kapan rakyat hanya dijadikan objek dan bukan pelaku dari hidupnya sendiri.

#NegeriSeragam #PetaniTontonPanen #SwasembadaSeragam #GiziBerseragam #RakyatSebagaiPenonton #SatirPembangunan #KebijakanTanpaRakyat #TNIdiDapur #PolisiDiSawah

Komentar