Kebijakan Nyeneleh Bupati Kudus Untuk Pendatang

KTP Kudus, Dagangan Kudus, Tapi Akal dari Mana?

“Kalau jualan harus pakai KTP Kudus, berarti makan pun harus pakai logika.”

Pemerintah Kabupaten Kudus tampaknya tengah sibuk mencari cara paling kreatif untuk menyaring rezeki. Bukan menyaring kebaikan, tapi menyaring penjual kaki lima berdasarkan asal-usul domisili.

Konsepnya sederhana tapi absurd: kalau KTP-mu bukan dari Kudus, maka kamu bukan prioritas. Rupanya di kota kretek ini, nasib orang kecil ditentukan oleh kertas seukuran dompet. Siapa sangka, rezeki kini bisa dibatasi lewat administrasi?

Tapi mari kita ajukan pertanyaan sederhana: bagaimana nasib warga Kudus yang mengadu nasib di luar kota dan pulang untuk jualan? Apakah mereka juga akan dipinggirkan karena KTP-nya sempat ‘berpindah rasa’?

Atau apakah Pemkab hanya ingin memastikan bahwa dagangan lokal benar-benar lokal, tanpa campuran dari luar, seperti mi instan tanpa bumbu? Padahal, saat bencana atau mudik tiba, semua yang ber-KTP Indonesia tetap pulang dan butuh makan.

Kudus mestinya jadi kota inklusi, bukan eksklusi. Kalau semangatnya hanya memprioritaskan mereka yang ber-KTP Kudus, jangan salahkan kalau rezeki juga malas mampir. Karena pasar bukan hanya soal asal, tapi soal rasa, kerja keras, dan kesempatan.

Boleh lah bicara soal penataan, tapi jangan sampai kebijakan jadi bahan tertawaan. Karena yang lucu bukan PKL-nya, tapi cara berpikir mereka yang membuat aturan.

#KudusUntukSiapa #PKLKudus #KTPBukanSegalanya #SatirUntukPemkab #AkalSehatLebihPenting #NasibPKL #DiskriminasiAdministratif #KebijakanLucuTapiNyata #KudusTapiEksklusif

Komentar