Sebagai penikmat film, saya suka mengamati bagaimana sebuah film itu diproduksi. Baik dari proses kreatif pembuatan skenario dan juga secara teknik produksi. Kamu pasti setuju, kalau Thailand sedikit di atas kita dari segi kreatif pembuatan film. Sebut saja; Heart Attack, Teachers Diary, Mr. Hurt, ATM Error, One Day, dan Suddenly Twenty. Bahkan film Suddenly Twenty dibuat versi Indonesia, dengan judul, Sweet 20. Jangan kaget.
2018, film Indonesia seperti kembali ke masa genre horor. Melihat kesuksesan film Danur, sebagian film mulai ikut-ikutan. Berharap meraih hal yang sama. Bedanya, genre horor yang sekarang, sensualitas yang mengeksploitasi perempuan dengan menonjolkan belahan dada sudah jarang ditemui. Syukurlah.
Tentu kita bertanya, seperti apa kriteria film bagus itu?
Sebuah film bisa disebut bagus kalau memenuhi 2 unsur. Pertama. Skenario film. Skenario menentukan 70 persen dari kualitas film, apakah nantinya berakhir dengan pujian atau mendapat cacian dari kritikus. Bagaimana si pembuat cerita menuturkan dialog lewat tokoh, seberapa kuat nantinya premis yang disajikan itu, lalu patahan ceritanya seperti apa, semua ada di dalam naskah.
Kedua. Eksekusi sutradara. Sutradara punya tanggung jawab memvisualisakan naskah ke dalam bentuk gambar dan suara. Dia akan dibantu oleh segenap tim agar filmnya bisa kita saksikan di bioskop. Salah satu tim yang membantu sutradara untuk merealisasikan niatnya itu, ada tim post production, tim ini bertugas membuat gambar menjadi bagus. Untuk mengikuti standar kebagusan produksi, beberapa film Indonesia juga melakukan proses pewarnaan gambar di negeri Gajah Putih, Thailand. Niat yang bagus untuk membuat film yang baik ini tentu perlu didukung semua pihak. Tak ada kata terlambat. Sebut saja, film SINGLE karya Raditya Dika, melakukan pewarnaan filmnya di Thailand. Ada juga film Milly Mamet (Bukan Cinta dan Rangga) yang akan tayang akhir tahun 2018. Semoga sukses.
Pertanyaannya, apakah film Thailand lebih bagus dari film Indonesia?
Nyatanya, iya. Lalu, apakah film kita tak ada yang bagus? Tidak juga. Beberapa film produksi Indonesia tak kalah bagus. Sebut saja; Ada Apa dengan Cinta, Ayat-Ayat Cinta, My Stupid Boss, Dilan 1990, dan Suzzanna Bernafas dalam Kubur.
Sukses terus film Indonesia.
![]() |
Bintang Heart Attack, Yoon (Sunny Suwanmethanon) dan Dr. Im (Davika Hoorne) Foto kredit: GTH film |
2018, film Indonesia seperti kembali ke masa genre horor. Melihat kesuksesan film Danur, sebagian film mulai ikut-ikutan. Berharap meraih hal yang sama. Bedanya, genre horor yang sekarang, sensualitas yang mengeksploitasi perempuan dengan menonjolkan belahan dada sudah jarang ditemui. Syukurlah.
Tentu kita bertanya, seperti apa kriteria film bagus itu?
Sebuah film bisa disebut bagus kalau memenuhi 2 unsur. Pertama. Skenario film. Skenario menentukan 70 persen dari kualitas film, apakah nantinya berakhir dengan pujian atau mendapat cacian dari kritikus. Bagaimana si pembuat cerita menuturkan dialog lewat tokoh, seberapa kuat nantinya premis yang disajikan itu, lalu patahan ceritanya seperti apa, semua ada di dalam naskah.
Kedua. Eksekusi sutradara. Sutradara punya tanggung jawab memvisualisakan naskah ke dalam bentuk gambar dan suara. Dia akan dibantu oleh segenap tim agar filmnya bisa kita saksikan di bioskop. Salah satu tim yang membantu sutradara untuk merealisasikan niatnya itu, ada tim post production, tim ini bertugas membuat gambar menjadi bagus. Untuk mengikuti standar kebagusan produksi, beberapa film Indonesia juga melakukan proses pewarnaan gambar di negeri Gajah Putih, Thailand. Niat yang bagus untuk membuat film yang baik ini tentu perlu didukung semua pihak. Tak ada kata terlambat. Sebut saja, film SINGLE karya Raditya Dika, melakukan pewarnaan filmnya di Thailand. Ada juga film Milly Mamet (Bukan Cinta dan Rangga) yang akan tayang akhir tahun 2018. Semoga sukses.
Pertanyaannya, apakah film Thailand lebih bagus dari film Indonesia?
Nyatanya, iya. Lalu, apakah film kita tak ada yang bagus? Tidak juga. Beberapa film produksi Indonesia tak kalah bagus. Sebut saja; Ada Apa dengan Cinta, Ayat-Ayat Cinta, My Stupid Boss, Dilan 1990, dan Suzzanna Bernafas dalam Kubur.
Sukses terus film Indonesia.
Komentar