Saya masih ingat sampai sekarang dan bahkan bangga. Saat semester awal masuk kuliah, salah seorang dosen bahasa bertanya, ‘Apa itu bahasa?', dengan percaya diri saya mengangkat tangan dan berkata, “Bahasa adalah kesepakatan bersama.” Dan benar, dosen itu tersenyum.
Saya sudah sejak SMA suka dengan pelajaran bahasa, terutama bahasa Indonesia. Mungkin faktor gurunya yang baik. Karena pada saat itu, di luar pengajar bahasa, tidak ada yang seramah guru bahasa.
Saya nggak ada keturunan penulis, atau kerabat sastrawan. Hanya saja, saya waktu itu uang jajannya sedikit. Jadi, selagi mengisi waktu ngaso, saya lebih memilih untuk bermain di perpustakaan. Dari situ saya suka baca. Apalagi saat saya disuruh seorang guru di SMA untuk ikut bedah buku dari penulis asal Bandung, di salah satu pusat perbelanjaan. Dari sana, saya sempat berkeinginan untuk menjadi seorang penulis buku. Keesokan harinya, saya jadi rajin beli buku, minimal setahun sekali lah. Beberapa teman juga pernah membelikan buku saat saya berulang tahun. Saat saya tanyakan maksudnya, dia hanya menjawab, 'Kan kamu sendiri yang minta.’ Maaf. Saya lupa.
Mungkin kamu masih menahan tanya di dada, kenapa 'bahasa adalah kesepakatan bersama'.
Saya juga berfikir begitu, masih bingung saat itu. Tapi, setelah berobat ke klinik, ah mulai ngawur.
Menurut kamus of Wakanda, dahulu, orang berkomunikasi dengan bahasa 'gugugaga', semakin ke sini, orang mulai kreatif dengan menamai beberapa benda dan kegiatan dengan sebutan tertentu yang disepakati bersama. Contoh sederhana di saat ini, ketika ada bahasa baru di sosial media, kita sama-sama setuju, dan mulai ikut menggunakannya, menamai benda atau hal tersebut dengan nama. Begitu dengan dulu, ketika orang secara bersama-sama menamakan, kalau benda tempat untuk menaruh pantat, kita namakan 'kursi', ini 'meja', itu 'cinta', itu 'pengkhianatan', semua setuju. Tidak ada yang protes.
Berbahasa adalah cara kita berkomunikasi. Manusia dengan manusia punya bahasanya tersendiri. Binatang pun begitu. Semua itu akan memudahkan kita dalam berkomunikasi, berhubungan dengan yang lain. Bahasa menjadi alat pemersatu, pemersatu bangsa yang kita cintai. Mencintai dengan mengetahui sejarahnya. Mencintai dengan terus belajar perkembangannya. Dan mencintai dengan bangga menggunakannya.
Cukup sekian. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata. Semoga bermanfaat. Terus tebar kebaikan. Sampai bertemu di tulisan selanjutnya. TAKBIR!!
Saya sudah sejak SMA suka dengan pelajaran bahasa, terutama bahasa Indonesia. Mungkin faktor gurunya yang baik. Karena pada saat itu, di luar pengajar bahasa, tidak ada yang seramah guru bahasa.
Saya nggak ada keturunan penulis, atau kerabat sastrawan. Hanya saja, saya waktu itu uang jajannya sedikit. Jadi, selagi mengisi waktu ngaso, saya lebih memilih untuk bermain di perpustakaan. Dari situ saya suka baca. Apalagi saat saya disuruh seorang guru di SMA untuk ikut bedah buku dari penulis asal Bandung, di salah satu pusat perbelanjaan. Dari sana, saya sempat berkeinginan untuk menjadi seorang penulis buku. Keesokan harinya, saya jadi rajin beli buku, minimal setahun sekali lah. Beberapa teman juga pernah membelikan buku saat saya berulang tahun. Saat saya tanyakan maksudnya, dia hanya menjawab, 'Kan kamu sendiri yang minta.’ Maaf. Saya lupa.
Mungkin kamu masih menahan tanya di dada, kenapa 'bahasa adalah kesepakatan bersama'.
Saya juga berfikir begitu, masih bingung saat itu. Tapi, setelah berobat ke klinik, ah mulai ngawur.
Menurut kamus of Wakanda, dahulu, orang berkomunikasi dengan bahasa 'gugugaga', semakin ke sini, orang mulai kreatif dengan menamai beberapa benda dan kegiatan dengan sebutan tertentu yang disepakati bersama. Contoh sederhana di saat ini, ketika ada bahasa baru di sosial media, kita sama-sama setuju, dan mulai ikut menggunakannya, menamai benda atau hal tersebut dengan nama. Begitu dengan dulu, ketika orang secara bersama-sama menamakan, kalau benda tempat untuk menaruh pantat, kita namakan 'kursi', ini 'meja', itu 'cinta', itu 'pengkhianatan', semua setuju. Tidak ada yang protes.
Berbahasa adalah cara kita berkomunikasi. Manusia dengan manusia punya bahasanya tersendiri. Binatang pun begitu. Semua itu akan memudahkan kita dalam berkomunikasi, berhubungan dengan yang lain. Bahasa menjadi alat pemersatu, pemersatu bangsa yang kita cintai. Mencintai dengan mengetahui sejarahnya. Mencintai dengan terus belajar perkembangannya. Dan mencintai dengan bangga menggunakannya.
Cukup sekian. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata. Semoga bermanfaat. Terus tebar kebaikan. Sampai bertemu di tulisan selanjutnya. TAKBIR!!
Komentar