Kita terlalu jauh mengartikan tentang toleransi. Topik yang sering kita bicarakan ketika membahas toleransi adalah, toleransi beragama. Padahal masih banyak sikap bertoleransi dalam kehidupan ini, contohnya, dalam naik kereta api.
Toleransi sendiri mempunyai arti, “Bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.” kbbi.web.id
Beberapa hari lalu saya bepergian dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Pasar Senen dalam urusan kerja. Oh maaf, saya ralat, dalam hal mencari kerja. Kereta datang dari arah Surabaya pukul 19.55. Waktu yang cukup larut bagi sebagian orang, sehingga saat saya mulai naik kereta, beberapa penumpang ada yang memasang muka lelah bahkan ada yang tertidur pulas. Bagaimana saya bisa tahu? Dengkurannya terdengar sampai beberapa baris ke depan dan ke belakang.
Orang yang mimpinya sudah sampai stasiun tujuan itu secara kebetulan menempati kursi, sama persis dengan nomor tempat duduk yang ada di boarding pass saya. Dua kursi dijadikan kasur yang empuk buatnya merebahkan lelah. Saya bingung, karena kursi saya penuh dengan gumpalan daging yang teronggok terbungkus kain begitu saja di sana. Saya mencoba membangunkan dengan suara pelan, sampai beberapa kali. Namun, usaha saya sepertinya menemui kegagalan.
Saya menyerah. Dari arah kursi belakang, tepat di depan kursi saya, ada gerakan kaki menendang-nendang kursi depan dan suara seperti ingin membangunkan orang di depannya. Namun, usahanya gagal juga. Orang yang coba membangunkan itu kembali melakukan aksi heroiknya lagi. Dan sayangnya masih menemui kegagalan. Tak lama menunggu, orang itu berbisik ke saya, ‘Mas, maaf. Itu saudara saya. Mas boleh duduk di sana sebentar.’ Sambil menunjukkan arahnya. Baik sekali dia, sudi menunjukkan kursi alternatif buat saya.
‘Itu masih ada kursi yang kosong. Nanti kalau sudah penuh, mas boleh duduk sini (kursi saya).’
Baiklah. Tak apa. Saya tak mau menyombongkan diri sebagai orang yang paling bersifat toleransi. Hanya berbagi semangat untuk teman-teman di luar sana. Saya yakin masih banyak di luar sana, orang yang lebih bisa menjaga sikap toleransinya dalam hal apapun.
Di atas kereta Gumarang. Maret 2018.
Toleransi sendiri mempunyai arti, “Bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.” kbbi.web.id
Beberapa hari lalu saya bepergian dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Pasar Senen dalam urusan kerja. Oh maaf, saya ralat, dalam hal mencari kerja. Kereta datang dari arah Surabaya pukul 19.55. Waktu yang cukup larut bagi sebagian orang, sehingga saat saya mulai naik kereta, beberapa penumpang ada yang memasang muka lelah bahkan ada yang tertidur pulas. Bagaimana saya bisa tahu? Dengkurannya terdengar sampai beberapa baris ke depan dan ke belakang.
Orang yang mimpinya sudah sampai stasiun tujuan itu secara kebetulan menempati kursi, sama persis dengan nomor tempat duduk yang ada di boarding pass saya. Dua kursi dijadikan kasur yang empuk buatnya merebahkan lelah. Saya bingung, karena kursi saya penuh dengan gumpalan daging yang teronggok terbungkus kain begitu saja di sana. Saya mencoba membangunkan dengan suara pelan, sampai beberapa kali. Namun, usaha saya sepertinya menemui kegagalan.
Saya menyerah. Dari arah kursi belakang, tepat di depan kursi saya, ada gerakan kaki menendang-nendang kursi depan dan suara seperti ingin membangunkan orang di depannya. Namun, usahanya gagal juga. Orang yang coba membangunkan itu kembali melakukan aksi heroiknya lagi. Dan sayangnya masih menemui kegagalan. Tak lama menunggu, orang itu berbisik ke saya, ‘Mas, maaf. Itu saudara saya. Mas boleh duduk di sana sebentar.’ Sambil menunjukkan arahnya. Baik sekali dia, sudi menunjukkan kursi alternatif buat saya.
‘Itu masih ada kursi yang kosong. Nanti kalau sudah penuh, mas boleh duduk sini (kursi saya).’
Baiklah. Tak apa. Saya tak mau menyombongkan diri sebagai orang yang paling bersifat toleransi. Hanya berbagi semangat untuk teman-teman di luar sana. Saya yakin masih banyak di luar sana, orang yang lebih bisa menjaga sikap toleransinya dalam hal apapun.
Di atas kereta Gumarang. Maret 2018.
Komentar